Makam Tuanku Imam Bonjol di Lotta, Pineleng, Minahasa, Sulawesi Utara | © Jelajahsuwanto |
Suatu Sabtu sore yang sejuk kami menepikan mobil di pinggir jalan lingkar Manado. Buah Matoa dan Durian Montong di mobil bak itu tampak menggiurkan. Manado memang surga buah lokal menurutku.
“Buah ini asalnya dari Lotta. Ada perkebunan di sana,” demikian bapak penjual buah itu menjawab pertanyaanku tentang muasal buah-buahan ini. Lotta, sebuah tempat dengan nama yang unik. Ada perkebunan buah macam matoa dan durian? Ah, tentu saja membangkitkan hawa-hawa menjelajah. Dan esoknya, Keluarga Suwanto berangkat menuju Lotta. Tak direncana, ternyata kami malah berkunjung ke Makam Tuanku Imam Bonjol.
“Buah ini asalnya dari Lotta. Ada perkebunan di sana,” demikian bapak penjual buah itu menjawab pertanyaanku tentang muasal buah-buahan ini. Lotta, sebuah tempat dengan nama yang unik. Ada perkebunan buah macam matoa dan durian? Ah, tentu saja membangkitkan hawa-hawa menjelajah. Dan esoknya, Keluarga Suwanto berangkat menuju Lotta. Tak direncana, ternyata kami malah berkunjung ke Makam Tuanku Imam Bonjol.
Relief Tuanku Imam Bonjol di Lotta, Pineleng, Minahasa, Sulawesi Utara | © Jelajahsuwanto |
Kalau mengaku orang Indonesia, setidaknya kita pernah mendengar nama Pahlawan Nasional ini, bukan? Saya mengetahui Tuanku Imam Bonjol dari pelajaran sekolah. Nama itu akan selalu diingat karena kerap menjadi nama jalan utama di kota-kota besar. Tetapi saya tidak tahu bagaimana makam beliau bisa berada di sebuah desa kecil di Minahasa.
Lotta saat ini adalah sebuah desa di Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Tak jauh dari Kota Manado. Jarak tempuhnya hanya sekitar 9 km atau sekitar 20 menit berkendara. Mudah menemukan Lotta. Persis di samping jembatan, ada sebuah gapura bertuliskan ‘Gerbang Menuju Makam Pahlawan Nasional Tuanku Imam Bonjol’.
Semakin ke dalam, Lotta terkesan tenang, asri dan sejuk. Tak heran terdapat beberapa biara Katolik di sini. Tempatnya memang cocok bagi para pencari keheningan.
Keluarga Suwanto menelusuri jalan aspal sekitar 2 Km ke depan, hingga mentok bertemu jalan tanah. Tidak ada tanda-tanda perkebunan seperti yang dikatakan si Bapak penjual buah kemarin. Mungkin kami kurang jauh, tetapi enggan melanjutkan.
Kami memilih balik arah dan berkunjung ke makam Tuanku Imam Bonjol yang tadi kami lewati.
Lotta saat ini adalah sebuah desa di Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Tak jauh dari Kota Manado. Jarak tempuhnya hanya sekitar 9 km atau sekitar 20 menit berkendara. Mudah menemukan Lotta. Persis di samping jembatan, ada sebuah gapura bertuliskan ‘Gerbang Menuju Makam Pahlawan Nasional Tuanku Imam Bonjol’.
Semakin ke dalam, Lotta terkesan tenang, asri dan sejuk. Tak heran terdapat beberapa biara Katolik di sini. Tempatnya memang cocok bagi para pencari keheningan.
Keluarga Suwanto menelusuri jalan aspal sekitar 2 Km ke depan, hingga mentok bertemu jalan tanah. Tidak ada tanda-tanda perkebunan seperti yang dikatakan si Bapak penjual buah kemarin. Mungkin kami kurang jauh, tetapi enggan melanjutkan.
Kami memilih balik arah dan berkunjung ke makam Tuanku Imam Bonjol yang tadi kami lewati.
Masjid Imam Bonjol di Lotta, Pineleng, Minahasa, Sulawesi Utara | © Jelajahsuwanto |
Tugu informasi makam Tuanku Imam Bonjol di Lotta, Pineleng, Minahasa, Sulawesi Utara | © Jelajahsuwanto |
Tepat di seberang Masjid Imam Bonjol, kamboja merah muda tumbuh subur menjadi bingkai penghias tugu informasi makam Sang Pahlawan Nasional. Pelataran parkir lengang dan sepi. Hanya sebuah sedan merah dan dua motor terparkir di depan warung di sisi kanan. Angin semilir menghembuskan samar aroma mawar hutan bercampur harum bunga kamboja. Taman di muka makam itu asri, sederhana namun rapi. Mawar yang biasa saya temukan di hutan waktu kecil berseri ditimpa mentari.
Kompleks depan makam berada di area pemukimam warga, dibatasi dinding yang tidak terlalu tinggi. Sementara area makam ke belakang adalah sepetak tanah yang dipenuhi pohon rindang dan rumpun bambu, terus menurun hingga ke tepian sungai berair deras.
Kompleks depan makam berada di area pemukimam warga, dibatasi dinding yang tidak terlalu tinggi. Sementara area makam ke belakang adalah sepetak tanah yang dipenuhi pohon rindang dan rumpun bambu, terus menurun hingga ke tepian sungai berair deras.
Atap Bagonjong menjadi penanda yang khas dari Rumah Adat Minangkabau di belakang taman. Satu-satunya di Minahasa. Menapaki kira-kira 30 undakan, bangunan bercat putih dengan tujuh pintu berteralis berdiri senyap. Di dalamnya bersemayam Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin dalam pusara berkeramik putih. Makam bernuansa Islam ini dipagari rantai berkeliling setinggi setengah meter. Terdapat kaligrafi ayat Alquran di bagian tengah makam.
Ruangan bernuansa putih, berkeramik dari lantai hingga dinding. Terdapat relief Tuanku Imam Bonjol mengacungkan tangannya di atas seekor kuda putih. Keberanian melawan penjajah tercermin dari kepalan tangan dan sorot matanya.
Ruangan bernuansa putih, berkeramik dari lantai hingga dinding. Terdapat relief Tuanku Imam Bonjol mengacungkan tangannya di atas seekor kuda putih. Keberanian melawan penjajah tercermin dari kepalan tangan dan sorot matanya.
Kompleks Makam Tuanku Imam Bonjol di Lotta, Pineleng, Minahasa, Sulawesi Utara | © Jelajahsuwanto |
Menurut pengamatan saya kondisi makam masih terjaga. Sementara kondisi bangunan pelindung membutuhkan renovasi ulang. Plafon kayunya tampak termakan usia.
Sebagai informasi dari penjaga makam, kompleks makam ini dibangun oleh Pemda Kota Manado pada tahun 1960. Selanjutnya telah mengalami dua kali renovasi pada 1971 dan 1992. Renovasi pertama diprakarsai oleh Yayasan Bundo Kanduang seperti yang tertera di plakat yang tertempel di dinding keramik. Dan yang kedua dilakukan atas persetujuan Menteri Perhubungan kala itu, Azwar Anas.
“Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin bergelar Tuanku Imam Bonjol adalah Pahlawan Nasional. Lahir tahun 1774 di Tanjung Bungo/Bonjol Sumatera Barat, wafat tanggal 6 November 1854 di Lotta Minahasa, dalam pengasingan pemerintah kolonial Belanda karena berperang menentang penjajahan untuk kemerdekaan tanah air, bangsa dan negara.” Demikian yang tertulis di atas nisan.
Astaga, jadi hari ini saya baru tahu kalau nama Imam Bonjol itu adalah gelar. Huhu, mungkin waktu pelajaran di sekolah tidak menyimak.
Menarik, menilik kembali sejarah bagaimana Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin bisa dimakamkam di Sulawesi Utara yang jauh dari tanah leluhurnya di Sumatera Barat.
Adalah Perang Paderi yang terjadi pada tahun 1821–1837. Perang paderi terjadi karena perselisihan Kaum Paderi dengan Kaum Adat di Minangkabau. Ditambah lagi dengan intrik masuknya Belanda. Pada periode 1830-1838, Kaum Paderi melakukan perlawanan gencar. Yang dibalas dengan penyerbuan besar-besaran oleh Belanda, salah satunya adalah penyerangan Benteng Bonjol yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Pasukan Imam Bonjol mengalami kekalahan pada 25 Oktober 1837. Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Cianjur, Ambon dan terakhir ke Lotta hingga akhir hayatnya.
Astaga, jadi hari ini saya baru tahu kalau nama Imam Bonjol itu adalah gelar. Huhu, mungkin waktu pelajaran di sekolah tidak menyimak.
Menarik, menilik kembali sejarah bagaimana Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin bisa dimakamkam di Sulawesi Utara yang jauh dari tanah leluhurnya di Sumatera Barat.
Adalah Perang Paderi yang terjadi pada tahun 1821–1837. Perang paderi terjadi karena perselisihan Kaum Paderi dengan Kaum Adat di Minangkabau. Ditambah lagi dengan intrik masuknya Belanda. Pada periode 1830-1838, Kaum Paderi melakukan perlawanan gencar. Yang dibalas dengan penyerbuan besar-besaran oleh Belanda, salah satunya adalah penyerangan Benteng Bonjol yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Pasukan Imam Bonjol mengalami kekalahan pada 25 Oktober 1837. Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Cianjur, Ambon dan terakhir ke Lotta hingga akhir hayatnya.
Ziarah di Kompleks Makam Tuanku Imam Bonjol di Lotta, Pineleng, Minahasa, Sulawesi Utara | © Jelajahsuwanto |
Pada tahun 1839 Tuanku Imam Bonjol tiba di Lotta. Saat itu, mungkin Lotta adalah sebuah desa terpencil di tengah hutan. Tempat yang cocok untuk menghentikan perjuangan Tuanku Imam Bonjol. Pengasingan.
Pondok pengasingan Tuanku Imam Bonjol terletak di sebelah kanan taman. Bangunan itu dulunya berupa pondok kayu sederhana, kini telah dipoles bergaya Minangkabau. Renovasinya diprakarsai oleh Bank Indonesia, saat itu Syahril Sabirin. Sekarang, rumah terebut menjadi tempat bermalam para peziarah.
Secara jasmani, perjuangan Tuanku Imam Bonjol berakhir di Lotta. Tetapi, seperti terlihat dari relief di dinding keramik, ada bara perjuangan di hati dan pikirannya. Beliau melakukan laku rohani, berzikir dan sholat setiap harinya di sebuah batu di pinggir Sungai Malalayung yang membelah hutan. Batu tempat sholat itu kini masih tersimpan di mushola kecil beratap biru. Tepat di pinggir sungai. Menurut penjaga makam, di atas batu, masih terdapat bekas lutut, dua telapak tangan, dan dahi Tuanku Imam Bonjol ketika bersujud. Letaknya 600 M dari makam.
Ada pula sebuah sumur mata air di samping makam. Para peziarah meyakini air sumur itu berkhasiat sebagai obat. Mereka membawanya pulang.
Pondok pengasingan Tuanku Imam Bonjol terletak di sebelah kanan taman. Bangunan itu dulunya berupa pondok kayu sederhana, kini telah dipoles bergaya Minangkabau. Renovasinya diprakarsai oleh Bank Indonesia, saat itu Syahril Sabirin. Sekarang, rumah terebut menjadi tempat bermalam para peziarah.
Secara jasmani, perjuangan Tuanku Imam Bonjol berakhir di Lotta. Tetapi, seperti terlihat dari relief di dinding keramik, ada bara perjuangan di hati dan pikirannya. Beliau melakukan laku rohani, berzikir dan sholat setiap harinya di sebuah batu di pinggir Sungai Malalayung yang membelah hutan. Batu tempat sholat itu kini masih tersimpan di mushola kecil beratap biru. Tepat di pinggir sungai. Menurut penjaga makam, di atas batu, masih terdapat bekas lutut, dua telapak tangan, dan dahi Tuanku Imam Bonjol ketika bersujud. Letaknya 600 M dari makam.
Ada pula sebuah sumur mata air di samping makam. Para peziarah meyakini air sumur itu berkhasiat sebagai obat. Mereka membawanya pulang.
Mushola tempat batu yang kerap dipakai sholat oleh Tuanku Imam Bonjol di Lotta, Minahasa, Sulawesi Utara | © Jelajahsuwanto |
Secara keseluruhan kompleks makam terawat dengan baik. Penjaga makam ternyata adalah keturunan dari pengawal Tuanku Imam Bonjol. Tak banyak yang tahu, demikian juga halnya saya, ketika Tuanku Imam Bonjol diasingkan ia didampingi pengawal setianya bernama Apolos Mindo. Saat itu Tuanku Imam Bonjol berusia 65 tahun, terpaut 10 tahun lebih tua dari pengawalnya. Tuanku Imam Bonjol memilih hidup sendiri tidak menikah lagi, sementara pengawalnya menikah dengan gadis setempat yang telah memeluk Islam.
Apolos dan istrinya memiliki keturunan dan tetap setia mengawal sang Imam hingga kini. Turun temurun. Kubur batu di samping makam Tuanku Imam Bonjol dinaungi rimbunnya bambu. Disanalah Apolos Mindo dikebumikan. Tidak ada penanda khusus, hanya nisan dari batu. Terkesan tidak terawat.
Saya tidak sempat bertanya apakah penjaga makam mendapat intesif dari pemerintah karena telah merawat kompleks ini. Yang saya dengar, biaya perawatan kompleks makam semata menggandalkan uang dari kotak sumbangan peziarah. Itu pun seikhlasnya. Sepertinya, cagar budaya ini tidak termasuk sebagai objek wisata.
Apolos dan istrinya memiliki keturunan dan tetap setia mengawal sang Imam hingga kini. Turun temurun. Kubur batu di samping makam Tuanku Imam Bonjol dinaungi rimbunnya bambu. Disanalah Apolos Mindo dikebumikan. Tidak ada penanda khusus, hanya nisan dari batu. Terkesan tidak terawat.
Saya tidak sempat bertanya apakah penjaga makam mendapat intesif dari pemerintah karena telah merawat kompleks ini. Yang saya dengar, biaya perawatan kompleks makam semata menggandalkan uang dari kotak sumbangan peziarah. Itu pun seikhlasnya. Sepertinya, cagar budaya ini tidak termasuk sebagai objek wisata.
|
Ketika menuruni anak tangga menuju sungai, kami melihat plang yang dikeluarkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo. Tertulis cagar budaya ini dilindungi Undang-undang tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Kemendikbud telah menetapkan kompleks makan Tuanku Imam Bonjol sebagai cagar budaya peringkat nasional karena jasa-jasa yang telah dilakukan. Penetapan Makam Tuanku Imam Bonjol memiliki nomor registasi RNCB.20070326.03.000951 melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 266/M/2016 tentang Struktur Cagar Budaya.
Kemendikbud telah menetapkan kompleks makan Tuanku Imam Bonjol sebagai cagar budaya peringkat nasional karena jasa-jasa yang telah dilakukan. Penetapan Makam Tuanku Imam Bonjol memiliki nomor registasi RNCB.20070326.03.000951 melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 266/M/2016 tentang Struktur Cagar Budaya.
Keluarga Suwanto di Makam Tuanku Imam Bonjol Lotta, Pineleng, Minahasa, Sulawesi utara | © Jelajahsuwanto
|
Kunjungan ke makam Tuanku Imam Bonjol ini membawa pada sebuah permenungan. Sudahkah aku menghargai jasa para pahlawan?
Mereka telah mengantar kita pada kemerdekaan dari penjajahan.
Founding Father kita, Ir. Soekarno berkata “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya!”
Mereka telah mengantar kita pada kemerdekaan dari penjajahan.
Founding Father kita, Ir. Soekarno berkata “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya!”
Keluarga Suwanto di Makam Tuanku Imam Bonjol Lotta, Pineleng, Minahasa, Sulawesi utara
|
Bermanfaat sekali isi artikelnya, saya merasa seolah olah sedang berada di sana :)
BalasHapus