Kompleks Desa Adat Kete Kesu, salah satu ikon Tana Toraja || jelajahsuwanto |
Natalan pertama di tanah rantau, masih belum dapat jatah pulang kampuang.Daripada merana, mending melanglang buana. Tana Toraja kami datang.
Hari Pertama Jelajah Tana Toraja
Hari pertama Jelajah Tana Toraja dihabiskan untuk perjalanan yang menyenangkan. Keluarga
Suwanto sepakat pergi pada saat Festival Lovely December. Kami berangkat dari Makassar tanggal 26 Desember menggunakan
kendaraan pribadi. Anak-anak selalu menikmati berkendara, apalagi hampir
sepanjang perjalanan wiper bergerak terus menyapu rintik hujan. Dua kakak beradik punya kecocokan imajinasi dari wiper
yang bekerja. Entah apa. Pastinya seru.
Hujan mengguyur sepanjang pesisir Pangkep menuju Tana Toraja || Jelajahsuwanto |
Tertahan Pohon Tumbang sebelum Sidrap menuju Tana Toraja ||jelajahsuwanto |
Jarak Makassar Tana Toraja kurang lebih 350 km. Kami tempuh selama 8 jam karena terhambat pohon tumbang saat memasuki daerah Sidrap (Sidenreng Rappang).
Jalur darat Makassar-Tana Toraja menawarkan keindahan khas Sulawesi Selatan. Gugusan karst membingkai Maros hingga Pangkep (Pangkajene Kepulauan). Pemandangan pesisir laut menemani perjalanan mulai dari Pangkep sampai Parepare. Sementara perbukitan kapur juga gunung gemunung eksotis di sejauh Enrekang Tana Toraja.
Berikut Kota-kota besar yang kami lewati Makassar – Maros – Pangkajene Kepulauan (Pangkep) – Barru – Parepare – Sidenreng – Enrekang – Tana Toraja (Makale – Rantepao).
Berikut Kota-kota besar yang kami lewati Makassar – Maros – Pangkajene Kepulauan (Pangkep) – Barru – Parepare – Sidenreng – Enrekang – Tana Toraja (Makale – Rantepao).
Gunung Nona yang terkenal di Enrekang || jelajahsuwanto |
Waktu menunjuk 3.33 petang, ketika kami tiba di Villa & Resto Bambapuang Enrekang. Ini adalah persinggahan yang tepat untuk recharge energi setelah lelah berkendara sejauh 235 Km. Kopi hitam, soto panas dan nasi goreng menjadi pilihan menu. Dari Villa ini pemandangan Gunung Nona yang tersohor sempurna di depan mata.
Gunung Nona disebut juga erotic mountain atau Buttu Kabobong dalam bahasa setempat. Bentuknya memang seperti huruf V yang diasosiasikan dengan Vagina.
Selepas hujan gerombolan awan putih melayang nun di kehijauan pegunungan, memang spektakuler.
Perbukitan kapur menuju Tana Toraja +fotojelajahsuwanto |
Tana Toraja tak sampai dua jam dari Enrekang. Malam hampir tiba ketika kami melewati Gapura Selamat datang Tana Toraja. Lampu kecil aneka warna berkelap-kelip menghias sepanjang jalan.
Nuansa natal begitu terasa di tanah lahir To Riaja “orang yang berdiam di negeri atas.”
Tujuan kami segera menemukan Hotel Indra di Rantepao. Sebelumnya penginapan telah menjadi agenda pertama yang harus dikerjakan. Hasil browsing sana-sini, pilihan jatuh pada Rantepao sebab lokasinya cukup strategis dapat menjangkau banyak tempat wisata di Toraja Utara.
Suasana asri di Hotel Indra Toraja, Rantepao || JelajahSuwanto |
Hotel Indra Toraja yang beralamat di Jl. Landorundun No. 63 Rantepao, Toraja Utara menjadi basecamp Keluarga Suwanto selama 3 malam. Posisinya berada di tengah kota Rantepao, dekat dengan jalan utama, art shopping center dan Gereja Katolik. Sepengamatan saya banyak wisatawan asing menginap di hotel Indra. Saya berasumsi hotel ini cukup
terkenal di Rantepao.
Hotel Indra menawarkan keramahan dan kenyamanan dengan rate
harga menengah. Kamar terbilang bersih, kamar mandi ok, sarapan
standar. Saya suka suasana tenangnya dan taman kecilnya yang asri. Over all Hotel Indra memuaskan. Informasi seputar Hotel Indra bisa diakses di www.indratorajahotel.com, telepon 0423 – 21583, email: indrahotel63@yahoo.com
Setelah urusan chek in, kami langsung menggiring
anak-anak bersih-bersih badan. Malam itu kami memesan makanan hotel
dan segera tidur pulas.
Rante Karassik Rantepao Tana Toraja || jelajahsuwanto |
Memasuki Londa Tana Toraja ||jelajahsuwanto |
Hari Kedua Jelajah Tana Toraja
Hotel
Indra menyediakan fotocopy Map of Tana Toraja. Ada 21
tempat menarik tertulis di kertas tersebut. Yang terdekat adalah Karassik, Kete Kesu dan Londa.
Hari kedua kami menjelajah Rante Karrasik, kuburan purba bangsawan dari tongkonan Kamiri, lalu turun ke kompleks desa adat Kete Kesu di Bonoran dan melanjutkan eksplorasi di pemakaman gua Londa di Desa Sandan Uai.
Perjalanan selalu penuh kejutan bagi mereka yang membuka hati. Hari itu Tuhan mengirim tangan kasihNya. Kami berbagi salam perkenalan dengan Bu Desi dan keluarganya ketika ngaso di tanjakan Londa. Ternyata mereka datang dari Makassar untuk menghadiri Upacara Rambu Solok kerabatnya.
Kami beroleh berkat menyaksikan upacara adat kematian Suku Toraja, makan siang gratis plus menambah saudara di perantauan. What a wonderful journey.
Menyaksikan Upacara Rambu Solok di Tana Toraja ||jelajahsuwanto |
Tiba di hotel menjelang malam, anak-anak sangat lelah. Mereka sudah malas diajak keluar makan dan lebih suka kerungkelan nonton TV. So, Ayah Bunda minta waktu untuk memesankan makan malam di luar hotel.
Kami jalan kaki tak sampai 10 menit ke seputaran Tugu Pongtiku di pasar Rantepao.
Suasana malam di pasar Rantepao cukup ramai. Warung bakso, Sate Madura dan kedai Saraba ramai pengunjung. Mereka makan di tempat sambil sesekali bercengkerama. Sate ayam lontong kiranya pas untuk makan malam anak-anak. Tukang satenya sepasang Kakek-Nenek, benar orang Madura yang sudah merantau hampir 20 tahun di Rantepao.
Sembari menunggu bakaran sate, Ayah Bunda boleh menghangatkan diri dengan segelas Saraba, minuman khas Sulawesi Selatan. Saraba adalah minuman dengan perpaduan kaya rasa dari santan, jahe, merica, kayu manis dan kuning telur. Mantap.
Persiapan Festival Lovely December Tana Toraja ||jelajahsuwanto |
Hari Ketiga Jelajah Tana Toraja
Esoknya Pk. 07.34,, Keluarga Suwanto semangat on the road, kami survei tempat perhelatan Festival Lovely December Tana Toraja. Tempat pelaksanaan di lapangan Besar Rantepao, tak jauh dari Hotel Indra.
Festival Lovely December dihadiri berbagai elemen masyarakat. Semacam pawai dan atraksi budaya dipergelarkan bagi umum. Acaranya sungguh meriah. Kami senang bisa melihat dan mengabadikan acara tersebut.
Keluarga Suwanto kemudian melanjutkan perjalanan ke Kalimbuang Bori, sekitar 6 Km dari Rantepao.
Kalimbuang Bori Tana Toraja || jelajahsuwanto |
Adu tedong di pedalaman Toraja || JelajahSuwanto |
Yang
menarik dari setiap perjalanan, kami masih buta daerah yang akan
dituju. Kadang tersesat, kebablasan karena kepedean atau sok tahu.
Adakalanya memang harus berhenti sejenak, mengambil napas, bertanya
kepada seseorang. Dan yang terpenting bergerak melanjutkan kembali.
Itulah seninya sebuah jelajah.
Ada banyak interaksi, kebaikan dan
pengalaman pertama.
Seperti perjalanan pulang dari Kalimbuang Bori, berbekal ingin tahu yang kuat, kami memberanikan diri bertanya pada serombongan warga yang sedang mengarak tedong. Syukurlah kami bisa menyaksikan keseruan Adu Tedong alias kerbau di pedesaan Toraja yang dalam.
Saat mencari jalan utama, jelajah suwanto masih nyasar-nyasar, lalu menemukan pagelaran goweser di kompleks tongkonan. Para goweser menyambut pula dengan keramahannya. Kami boleh numpang kamar mandi dan beristirahat sejenak. Ketika mengingat masa-masa ini, rasa khawatir yang seringkali menghambat sebuah perjalanan kalah oleh sikap positif dan ingin tahu.
Rumah Makan Gemael di Rantepao, Tana Toraja ||jelajahsuwanto |
Hadiah bagi kaki-kaki lelah malam itu adalah sepiring capcay goreng haram yang enak banget (kata si Mas). Rumah Makan Cina, Gemael dekat Hotel Indra sebelum Tugu Pongtiku. Mie ayamnya juga mantap. Harganya ramah di kantong.
Jalan kaki ke poros (jalan utama) Rantepao, deretan art shoping menawarkan berbagai souvenir. Waktunya hunting oleh-oleh.
Aksesoris seperti gelang & kalung dari manik-manik, kaos, miniatur rumah tongkonan, kain khas Toraja, badik, lukisan kayu, dan makanan khas setempat lengkap tersedia. Tinggal pilih mana suka. Harganya mulai 5K hingga jutaan.
Misa pagi di Gereja Santa Theresia Rantepao Tana Toraja ||JelajahSuwanto |
Hari Keempat Jelajah Tana Toraja
Sudah hari Minggu saja, hari terakhir di Rantepao. Pk.06.00 WITA kami merayakan Ekaristi di Gereja Katolik Santa Theresia Rantepao persis di depan Hotel Indra. Gereja sedang di renovasi, bambu-bambu masih terpasang di dalam ruangan. Namun sama sekali tak menganggu kesakralan prosesi ekaristi kudus.
Pulang misa balik sarapan di hotel terus mlipir ke Pasar Rantepao. Suka deh belanja di sini. Sekalian nyetok bumbu, laos kering yang sudah diparut, cabe khas toraja, ebi kecil, dll. (dasar BuIbuk).
Pulang misa balik sarapan di hotel terus mlipir ke Pasar Rantepao. Suka deh belanja di sini. Sekalian nyetok bumbu, laos kering yang sudah diparut, cabe khas toraja, ebi kecil, dll. (dasar BuIbuk).
Habis itu masih cari kaos di seputaran Lutha Hotel, baru setelahnya kulineran khas Toraja di di Pong Buri.
Kubur Batu Lemo Tana Toraja II Jelajahsuwanto |
Keluarga Suwanto check out dari Hotel Indra Pk.12.00 WITA. Kami masih mampir ke Lemo, Kubur Batu orang Toraja sekitar 9 km arah Makale. Jalan ke Makassar baru sekitar jam empat sore. Singgah sebentar di Enrekang beli salaknya yang terkenal. Salak Enrekang tidak semanis salak pondoh, ada sedikit sepat, tapi tetap wangi dan enak.
Malam semakin turun, seru-seruan di jalanan berkelok dan berhutan, Sidrap menuju Parepare. Bunda harus juga sesigap Ayah, jangan sampai mengantuk, walaupun kadang teklak-tekluk juga. Tugas bunda menemani Ayah melek selama menyetir.
Tengah malam kami beristirahat minum kopi dan mencicipi dange di Pangkajene Kepulauan.
Patung Lakipadada di Bundaran kolam Makale, Jelajah Tana Toraja || JelajahSuwanto |
Dini hari, Keluarga Suwanto tiba di Makassar dengan selamat. Jelajah Tana Toraja sangat berkesan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar