Tanjung Bara: Sunset +fotojelajahsuwanto+ |
Pertama kali Jelajah Suwanto menjejakkan kaki di Tanjung Bira, air laut sedang surut sesurut-surutnya. Ceruk-ceruk di tepian tebing karang yang biasanya terendam air, kini nampak ke permukaan. Berupa karang-karang yang licin dan basah.
Kami mengobrol dengan keluarga Bu Bahri yang membuka warung di pinggir Pantai Bira. Katanya di ujung barat tanjung ini, masih ada sebuah pantai yang indah.
“Sebenarnya bisa menyusuri pantai ini kalau sedang surut, tapi orang biasanya pilih lewat atas (jalan darat di atas pantai Bira)”.
Pada dasarnya, semangat menjelajah itu memang melekat pada keluarga Suwanto. Dari Tanjung Bira, kami nekat menyusur pinggir pantai, melewati pasir lembut, menyisir tepian tebing karang, juga berkecipak di air laut. Sekitar 45 menit kemudian kami berlabuh di sebuah pantai berpasir lembut seperti Bira. Pantai ini bernama Tanjung Bara, atau lebih dikenal dengan Pantai Bara.
Kami mengobrol dengan keluarga Bu Bahri yang membuka warung di pinggir Pantai Bira. Katanya di ujung barat tanjung ini, masih ada sebuah pantai yang indah.
“Sebenarnya bisa menyusuri pantai ini kalau sedang surut, tapi orang biasanya pilih lewat atas (jalan darat di atas pantai Bira)”.
Pada dasarnya, semangat menjelajah itu memang melekat pada keluarga Suwanto. Dari Tanjung Bira, kami nekat menyusur pinggir pantai, melewati pasir lembut, menyisir tepian tebing karang, juga berkecipak di air laut. Sekitar 45 menit kemudian kami berlabuh di sebuah pantai berpasir lembut seperti Bira. Pantai ini bernama Tanjung Bara, atau lebih dikenal dengan Pantai Bara.
Tanjung Bara: laksana private beach +fotojelajahsuwanto+ |
Saat itu kami hanya bertemu, sesekali melempar senyum pada Tante dan Om bule yang cukup banyak. Mereka sedang menikmati kelembutan Pantai Bara dengan caranya masing-masing. Om Tante bule ini bebas sekali berjemur, bahkan tak malu joging di sepanjang Bara dengan bikini Two Pieces.
“Bule biasanya lebih suka di Bara, mereka juga tahu malu, tak mau jadi tontonan orang lokal” terngiang perkataan Pak Bahri, suami bu Bahri yang juga pengemudi boat dan pembuat perahu.
Benar adanya memang. Mungkin mereka merasa aman dan nyaman di pantai Bara ini. Saya saja sempat menutup mata si Mas karena ada Om Tante bule yang lagi berciuman panas di pinggir pantai. Tapi, tidak ada bule lain yang usil, walau ada juga yang melihat.
Tanjung Bara: Sanctuary +fotojelajahsuwanto+ |
Pantai Bara seperti sebuah sanctuary. Di Pantai yang tenang ini, kami menghabiskan sore mengantar Matahari ke peraduannya. Esok paginya, kami sudah tahu akan menghabiskan waktu di mana. Sebuah hidden paradise.
Kakak
dan adik ini selalu berdua. Mereka sama-sama mencintai Pantai. Di
Pantai Bara, mereka berimaji menatap ombak bulan Mei yang cukup besar.
Hanya berdua, dijaga oleh ayah dan bundanya dari pinggiran pantai. Tak
ada hiruk pikuk seperti di Bira, yang waktu itu penuh sesak pengunjung.
Pantai Bara benar-benar seperti milik kami saja. Tapi itu dulu. Dulu
sekali. Medio 2013.
Tanjung Bara: Pencinta Pantai +fotojelajahsuwanto+ |
Tanjung Bara: Pasir Tepung +fotojelajahsuwanto+ |
Tanjung Bara: Gangang Laut +fotojelajahsuwanto+ |
Tanjung Bara: Burung Laut +fotojelajahsuwanto+ |
Tanjung Bara berada di sebelah barat Tanjung Bira. Untuk mencapai lokasi ini, cukup membayar satu tiket di loket masuk objek wisata pantai Bira.
Tak jauh dari pintu masuk, di arah kanan, ada sebuah jalan kecil yang sudah beraspal mulus. Lewati jalan tersebut, ikuti petunjuk yang disediakan. Butuh waktu sekitar 10-15 menit berkendara untuk mencapai Pantai Bara. Bila kita sudah masuk ke jalan berkerikil, siap-siap, Pantai Bara sudah tak jauh lagi.
Bara Beach Bungalow adalah tanda bahwa kita memang di jalan yang benar. Tepat, disampingnya sebuah jalan kecil menurun, langsung menuju pantai. Mobil dan motor dapat di parkir di rumah tua yang dijaga seorang ibu dan anaknya. Rumah itu berbatasan langsung dengan hutan lindung. Kami pernah bertemu babi hutan dan monyet di depan parkiran.
Tak jauh dari pintu masuk, di arah kanan, ada sebuah jalan kecil yang sudah beraspal mulus. Lewati jalan tersebut, ikuti petunjuk yang disediakan. Butuh waktu sekitar 10-15 menit berkendara untuk mencapai Pantai Bara. Bila kita sudah masuk ke jalan berkerikil, siap-siap, Pantai Bara sudah tak jauh lagi.
Bara Beach Bungalow adalah tanda bahwa kita memang di jalan yang benar. Tepat, disampingnya sebuah jalan kecil menurun, langsung menuju pantai. Mobil dan motor dapat di parkir di rumah tua yang dijaga seorang ibu dan anaknya. Rumah itu berbatasan langsung dengan hutan lindung. Kami pernah bertemu babi hutan dan monyet di depan parkiran.
Tanjung Bara: sunshine +fotojelajahsuwanto+ |
Ini adalah pagi terbaik di Pantai Bara. Pukul 05.00 WITA kami menyusur tepian pantai menyongsong sang fajar. Laut masih tenang.
Pantainya yang landai menantang kita untuk berlari-lari. Siluet hitam di ujung timur adalah pesisir Tanjung Bira.
Pantainya yang landai menantang kita untuk berlari-lari. Siluet hitam di ujung timur adalah pesisir Tanjung Bira.
Tanjung Bara: ujung barat hutan lindung +fotojelajahsuwanto+ |
Sementara itu, ujung barat nun di sana adalah hutan lindung milik negara. Jika cukup nekat, dari karang di ujung Bara sana, kita dapat menyaksikan terbenamnya matahari yang spektakuler. Saya pernah menyaksikannya, sendirian. Anak-anak dan ayahnya sedang asyik bermain air waktu itu. Saya hanya dapat mengabadikannya dalam ingatan. Sebuah me time yang marvelous.
Tanjung Bara: Cadas karang +fotojelajahsuwanto+ |
Tepian Pantai Bara adalah cadas-cadas karang. Pepohonan khas tropis tumbuh subur di sini. Entah siapa yang pertama kali menemukan Tanjung Bara ini, yang jelas hampir semua penginapan di pinggir Bara dimiliki oleh warga negara asing. Di situ saya merasa sedih.
Bangunan bercorak bungalow menghias sepanjang tepian pantai. Harganya di atas rata-rata penginapan di Bira. Kisaran satu juta per malam.
Bangunan bercorak bungalow menghias sepanjang tepian pantai. Harganya di atas rata-rata penginapan di Bira. Kisaran satu juta per malam.
Tanjung Bara: Penginapan view pantai +fotojelajahsuwanto+ |
Pantai Bara yang landai dirindangi nyiur-nyiur. Cocok sekali untuk memasang hammock.
Me time ayah di Pantai Bara termasuk salah satu yang sempurna. Bagaimana tidak, berayun-ayun di atas hammock sambil membaca buku favorit? Serasa dunia hanya miliknya.
Ah, kalau pak suami bahagia, pastinya saya juga. Bahagia untuk kebahagiannya.
Me time ayah di Pantai Bara termasuk salah satu yang sempurna. Bagaimana tidak, berayun-ayun di atas hammock sambil membaca buku favorit? Serasa dunia hanya miliknya.
Ah, kalau pak suami bahagia, pastinya saya juga. Bahagia untuk kebahagiannya.
Dari
Pantai Bara, kita juga dapat melihat Pulau Liukang Loe dan Pulau
Selayar di kejauhan. Bagi yang ingin menyeberang ke Pulau Liukang Loe,
tersedia Perahu atau boat untuk disewakan. Harga perahu bisa tawar
menawar dengan pemiliknya. Di sini terdapat juga tempat penyewaan
peralatan diving milik warna negara asing berikut pemandunya.
Tanjung Bara: Liukang loe dan selayar terlihat dari Bara +fotojelajahsuwanto+ |
Tanjung Bara: Ombaknya cukup besar +fotojelajahsuwanto+ |
Setahun, dua tahun, tiga tahun kemudian, Pantai Bara menjadi lebih bising. Keindahan Pantai Bara tersebar dari mulut ke mulut. September 2015, kami menginap di Bara Beach Bungalow. Dan kali ini takjub dengan hiruk pikuk di Pantai Bara. Rasanya, Bara bukan lagi sanctuary, ramai sekali. Wisatawan lokal mendominasi pantai. Ada yang bertenda, ada yang bermain bola, memetik gitar dan menyanyi dengan kerasnya. Ada pula yang sedang foto prewedding. Tak terlihat bule yang sedang jogging atau berjemur. Hanya satu dua yang bersiap-siap untuk diving.
Tanjung Bara: perlu pengaturan yang tertata +fotojelajahsuwanto+ |
Tempat parkir, Kamar mandi adalah hal utama yang harus segera dibangun dengan baik.
Tanjung Bara:Leyeh-leyeh +fotojelajahsuwanto+ |
Sorry to say,
menurut saya, perbedaan terbesar antara wisatawan lokal dan Mancanegara
ada dalam hal tepo seliro, tenggang rasa.
Wisatawan mancanegara lebih
tahu menghargai ketenangan dan privasi. Tidak ada kegaduhan dan euphoria
berlebihan.
Semoga, kita juga bisa menjadi wisatawan yang tak hanya bisa menikmati alam, tapi lebih dari itu, dapat menghargai sesama.
Tanjung Bara: My Trip My Adventure yeaa +fotojelajahsuwanto+ |
Tanjung Bara itu gaungnya sudah tingkat internasional. bisa-bisa para wisatawan mancanegara berpindah ke lain hati jika Pantai Bara tidak segera berbenah.
Tanjung Bara: keluarga suwanto +fotojelajahsuwanto+ |
Bagi semua kalangan tak terkecuali. Mari saling menghormati. Karena alam pun tak pernah lelah menjaga kita umat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar