Pantai Ngrenehan: Menu Makan Siang Olahan laut yang menggoda +fotojelajahsuwanto+ |
Pantai Ngrenehan, Gunung Kidul menjadi perayaan bagi perut-perut kami yang keroncongan. Lobster saus tiram, Kakap putih goreng, Kerapu bakar, Cah kangkung, sambel kecap, sambel terasi, sambel dadak, lalapan dan es kelapa muda, menggiurkan di depan kami. Jangan ditanya rasanya? JUARA, Maknyuss, top markotop! Terlebih, harganya benar-benar bersahabat. Harga semua Ikan di atas yang sudah diolah ½ kg dibakar, setengahnya lagi digoreng, 35ribu saja; lobster ukuran sedang 6 ekor hanya 150ribu. “Saya suka saya suka” #gayameymeyipinupin. Kuliner olahan laut Pantai Ngrenehan menjadi list favorit Jelajah Suwanto.
Pantai Ngrenehan: Jejeran Perahu bercat biru +fotojelajahsuwanto+ |
Dari Gamping, Godean kami memutari Ring Road Selatan mengarah ke Imogiri Bantul, kemudian naik melalui Jalur Panggang. Jalan baru yang eksotis. Dari kaca jendela dapat melongok ke bawah, tersenyum pada bentang alam Yogya yang romantis.
Gunung Kidul terasa sekali perkembangannya. Infrastruktur jalan yang baik, lebar dan mulus. Sangat siap menjadi destinasi wisata.
Setelah keluar Panggang, kami mencari Trowono, selanjutnya menuju Kanigoro dimana Pantai Ngrenehan berada. Walaupun petunjuk Google Maps cukup membantu, terkadang lebih memastikan jika bertanya pada warga sekitar. Interaksi dan senyum ramah memberi keyakinan bahwa perjalanan ini benar-benar menyenangkan.
Pantai Ngrenehan: aktivitas baru yang dapat dilakukan pengunjung, berperahu +fotojelajahsuwanto+ |
Jalur menuju Pantai Ngrenehan masih menantang. Penuh kelok, naik dan turun membelah bukit-bukit kapur yang kini cantik. Ladang jagung dan Hijaunya dedaunan jati memberi rasa takjub. Tidak lagi bukit kapur putih dan gersang seperti belasan tahun silam, saat saya melintas ketika masih berseragam putih abu-abu.
Pantai Ngrenehan: Pantai teluk yang tenang +fotojelajahsuwanto+ |
Pantai
Ngrenehan tak berubah indahnya. Masih tergambar seperti pertama kali
saya berkunjung. Teluk yang tenang diapit dua gugusan bukit karang.
Perahu-perahu nelayan bercat biru. Berjejer rapi di pasir putih. Deburan
ombak Samudera Hindia, sayup lirih, menghempas pilar-pilar batu karang.
Aroma khas ikan laut. Hembusan angin pantai. Saya bernostalgia.
Pantai Ngrenehan sudah berdandan, bersih dan rapi +fotojelajahsuwanto+ |
Tempat
pelelangan ikan. Kantor pengawas. Tempat parkir dalam. Kamar mandi
umum. Perahu-perahu. Gugusan karang. Tempat bakul-bakul ikan. Semuanya
masih di tempat yang sama.
Namun hiruk pikuk nelayan sudah tak lagi terdengar. Ya tentu saja, karena kami tiba di saat hari sudah terik. Dahulu ketika mentari belum tinggi, saya bisa menyaksikan aktivitas nelayan yang pulang melaut. Disambut riuh karena tangkapannya yang melimpah, segera diangkut, ditimbang dan dilelang.
Namun hiruk pikuk nelayan sudah tak lagi terdengar. Ya tentu saja, karena kami tiba di saat hari sudah terik. Dahulu ketika mentari belum tinggi, saya bisa menyaksikan aktivitas nelayan yang pulang melaut. Disambut riuh karena tangkapannya yang melimpah, segera diangkut, ditimbang dan dilelang.
Pantai Ngrenehan: Bakul penjual ikan dan penjual souvenir +fotojelajahsuwanto+ |
Ahh,
tentu saja, waktu pasti akan memberi perubahan. Kini Pantai Ngrenehan
telah berdandan. Bangunan-bangunan sudah bertembok. Lingkungannya lebih
bersih dan rapi. Selain menikmati kuliner lautnya, atau membeli
ikan-ikan segar, pengunjung dapat juga melakukan aktivitas berperahu.
“Naik perahu 20ribu per orang sampai ke pantai Ngobaran, bu” Informasi
dari Ibu penjual ikan, saat saya berkomentar mendengar jeritan riang
mereka yang tengah berperahu.
Ada juga warung-warung penjual souvenir. Dan tambahan satu lagi, dagangan yang tak biasa.
“Monggo dicicip mbak, baru digoreng, enak lho, ndak harus beli koq” Tawar ibu berbaju hijau kepadaku, ramah sekali.
“Waah apa ni bu? Menarik banget nih” timpalku, sambil menghampiri lapak si ibu.
“Rumput laut crispy, baby fish, kakap kecil, ada juga udang sama cumi crispynya, mbak, monggo” imbuhnya
“Kemajuan ya bu, pada kreatif sekarang, saya cicip nggih, bu” pujiku tulus, sambil mencomot rumput laut crispy-nya.
“Nggih mbak, ini hasil karya ibu-ibu koperasi di sini, baru-baru ini mbak, supaya hasil laut tidak mubazir dan ada hasil lebihnya” terangnya
“Nggih, salut sama ibu-ibunya!, berapaan nih bu?” sambungku sambil menunjuk rumput lautnya yang memang kriuk dan gurih.
“Murah aja mbak, seperempat 15ribu, baby fish dan kakapnya juga sama” jawab si ibu.
Para ibu Pantai Ngrenehan semakin berdaya. Kreatifitas mereka menjual bentuk lain dari hasil laut, patut mendapat apresiasi. Dapat menjadi contoh bagi pantai-pantai nelayan lainnya.
Maka siang itu, tidak hanya perut kenyang, oleh-oleh beraneka penganan laut crispy, gelang-gelang kayu, topi pantai diboyong dari Ngrenehan.
Ada juga warung-warung penjual souvenir. Dan tambahan satu lagi, dagangan yang tak biasa.
Pantai Ngrenehan: aneka olahan hasil laut crispy +fotojelajahsuwanto+ |
“Waah apa ni bu? Menarik banget nih” timpalku, sambil menghampiri lapak si ibu.
“Rumput laut crispy, baby fish, kakap kecil, ada juga udang sama cumi crispynya, mbak, monggo” imbuhnya
“Kemajuan ya bu, pada kreatif sekarang, saya cicip nggih, bu” pujiku tulus, sambil mencomot rumput laut crispy-nya.
“Nggih mbak, ini hasil karya ibu-ibu koperasi di sini, baru-baru ini mbak, supaya hasil laut tidak mubazir dan ada hasil lebihnya” terangnya
“Nggih, salut sama ibu-ibunya!, berapaan nih bu?” sambungku sambil menunjuk rumput lautnya yang memang kriuk dan gurih.
“Murah aja mbak, seperempat 15ribu, baby fish dan kakapnya juga sama” jawab si ibu.
Para ibu Pantai Ngrenehan semakin berdaya. Kreatifitas mereka menjual bentuk lain dari hasil laut, patut mendapat apresiasi. Dapat menjadi contoh bagi pantai-pantai nelayan lainnya.
Maka siang itu, tidak hanya perut kenyang, oleh-oleh beraneka penganan laut crispy, gelang-gelang kayu, topi pantai diboyong dari Ngrenehan.
Seperti
biasa Mas dan adiknya, riweuh mau segera nyemplung ke laut. Malah, mas
ingin sekali berperahu. Namun, setelah negosiasi, kami sepakat bermain
air di Pantai Ngobaran. Sekaligus penasaran dengan objek wisata Pantai
Nguyahan, yang berdekatan. Tiket masuk ke kawasan Pantai Ngrenehan sudah
termasuk ke dua pantai Ngobaran dan Nguyahan. Hanya saja, di setiap
pantai ada biaya parkir sendiri-sendiri.
Pantai Ngrenehan: "Reneh = Kemarilah ke sini" +fotojelajahsuwanto+ |
Berikut sebuah kisah . . .
“Pada
suatu ketika, Raden Fatah mencari ayahnya Prabu Brawijaya V, Raja
Majapahit ke kawasan teluk ini. Konon, Prabu Brawijaya melarikan diri
bersama dua orang istrinya Dewi Lowati dan Bondang Surati karena enggan
memeluk agama Islam. Namun, di tempat ini Raden Fatah tidak menemukan
ayahnya. Sang Raja Demak itu pun mengajak para petinggi kerajaan untuk
berembug bagaimana mencari orang tuanya. Muncul istilah “Pangrena” yang
berarti ajakan. Pangrena berasal dari kana “Reneh” yang berarti “Sini”.
Masyarakat kemudian mengubahnya menjadi Ngrenehan, Kemarilah ke sini.”
Kemarilah ke sini, mari mencecap aneka rasa Ngrenehan!.
Pantai Ngrenehan: Mas dan Adek berpose +fotojelajahsuwanto+ |
Kemarilah ke sini, mari mencecap aneka rasa Ngrenehan!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar